Kematian-Nya Seperti Air
Susu Dibalas Dengan Tuba!
(Refleksi Teologis, dan Sosial Politik)
Oleh Pdt Sunggul Pasaribu,MPd.K.
Pada
saat orang Kristen merayakan Paskah, kita dihadapkan dengan peristiwa Salib (Penyaliban)
Yesus di Golgota.. Dan bila kita memandang Salib Yesus, perilaku manusia yang
menyalibkan-Nya dapat digambarkan seperti kata pepatah ; “Air susu dibalas
dengan tuba”. Sebab apa.?
Selama
masa pelayanan Yesus dalam tiga tahun di Galilea, Yudea, Samaria, Palestina,
dan berakhir di Yerusalem tidak ada fakta-fakta kejahatan hukum yang pernah
dilakukuan Yesus; baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Semua
khotbah, ajaran, nasehat, maupun visi-Nya tentang masa depan adalah Kerajaan
Sorga di dunia ini maupun di akhirat.
Namun
pada akhirnya, vonnis yang diterima Yesus dijatuhkan secara tragis, tanpa
pertimbangan hukum, pengadilan yang semu tidak menegakkan keadilan dan
perikemanusiaan. Masyarakat Yahudi ; baik yang sudah mendengar, menerima dan
percaya kepada firmanNya, termasuk para murid-murid Yesus yang dididik
bersamaNya tidak bisa berbuat banyak.
Meskipun nurani mereka merindukan keadilan, kebenaran, dan cinta kasih.
Tetapi, niat jahat para penguasa agama dan penguasa politik cenderung menghentikan
proses verbal perkara Yesus.
Orang-orang
Yahudi sebenarnya sedang diperdaya oleh kepentingan kekuasaan Pemerintah
Romawi, sementara Raja Herodes, Pontius Pilatus, yang menjadi boneka Kaisar
Agutus di Galilea dan sekitarnya memakai jalur demokrasi untuk menghukum Yesus
dengan sepakat mengatakan ; “Salibkan Dia, Salibkan Dia, Salibkan Dia”. Inilah
sikap dan keputusan terakhir menimpa akhir hayat hidup Tuhan Yesus sehingga
kematianNya tragis, dan menyedihkan. Dia harus mati di tangan orang berdosa,
kondisiNya tergantung di kayu salib. Sungguh.! Mereka l;upa terhadap kebaikan
dan kebajikan Yesus.
Yesus Dituduh Memanipulasi Hukum
Sebagai
faktor pelanggaran dan manipulasi hukum Yahudi yang disangkakan terhadap ajaran
Yesus, sedikitnya ada tiga fasal, yaitu ; Pertama, Mengenai Perceraian (Markus
10:1-12). Menurut Hukum pada jaman Musa, orang Yahudi boleh melakukan
perceraian. Tetapi menurut ajaran Yesus, hal ini tidak dibenarkan. Maka oleh
Farisi menganggap bahwa Yesus telah melawan Hukum mereka. Kedua, Menyembuhkan
pada Hari Sabbat (Markus 3:1-6). Pengertian Sabbat ; hari perhentian, hari yang
dikuduskan. Maka orang Yahudi dilarang bekerja pada hari Sabbat; meskipun
pekerjaan menolong, menyelematkan orang. Ketika Yesus melakukan penyembuhan
terhadap orang sakit maka perbuatan seperti itu juga dianggap sebagai
pelanggaran, tidak menghormati dan menguduskan Sabbat. Ketiga, Yesus menentang
orang Farisi (Matius 23:2-3, 27-28). Ajaran Yesus dianggap melawan pejabat
Yudikatif Agama. Memang selama jaman Yesus kaum Farisi menjadi tidak populer di
kalangan masyarakat Yahudi.
Inilah
yang membuat elit agama masyarakat Yahudi semakin berang melihat Yesus.
Sehingga, pada setiap kesempatan mereka selalu mencobai dan berusaha mencegah
supaya popularitas Yesus tidak diakui oleh orang banyak. Namun, tidak pernah
berhasil. Belakangan, mereka menuduh Yesus sebagai seorang pemberontak, yang
membawa ajaran baru, yang memanipulasi Hukum Musa.
Yesus Dianggap Menista Allah
Ketika
Yesus memulai pelayananNya, pertama sekali Dia dibawa iblis ke sebuah puncak
gunung untuk dicobai (Matius 4:1-11). Pencobaan itu di bidang ekonomi, politik
dan agama. Akan tetapi Yesus dengan
lugas, dan tegas menjawab si iblis hingga ia menyingkir tanpa hasil. Malaikat
pun datang melayani Yesus.
Adegan
pencobaan di gunung itu melambangkan kuasa ilahi. Di gunung pula Allah berjumpa
dengan umat-Nya melalui Musa (Kel. 24). Dalam khotbahNya di gunung Yesus
menyebutkan ciri-ciri kuasaNya yang baru; kemurahan hati, kelemahlembutan,
kesucian hati dan kedamaian (Matius 5). Para murid mendapatkan panggilan mereka
di gunung (Lukas 6:12-13).
Setelah memberi
makan lima ribu orang, Yesus kembali ke gunung untuk berdoa dan membaharui diri
(Markus 6:46). Dari Bukit Zaitun Yesus mulai turun sebagai raja untuk masuk ke
Yerusalem dengan mengenderai keledai (Matius 21:1). Tetapi, beberapa hari
kemudian Ia ditangkap (Lukas 22:39). Setelah kebangkitanNya, para murid
berjumpa denganNya di sebuah bukit di Galilea (Matius 28:16).
Puncaknya, Yesus
disalibkan di atas Bukit Golgota. Perkiraan orang yang memusuhi dan menyalibkan
Dia bahwa Kerajaan Allah segera akan berakhir diatas kayu Salib. Itulah
sebabnya mereka mengolok-olok Yesus di kayu Salib. Mereka lupa bahwa dari atas
kayu salib itu, ada keselamatan, ada doa, ada suara yang perlu didengar sebagai
nasehat, dan pengajaran kepada orang tua dan anak, ada kata maaf. Bagi manusia
politik agama di Bukit Golgata untuk memberangus kerajaan Allah, tetapi bagi
Allah dari gunung Allah berbicara, dan menyatakan kemuliaanNya.
Air Susu Dibalas Dengan Air Tuba
Peristiwa
penyaliban Yesus di Golgata memberi makna bahwa perbuatan Yesus seperti ; “Air
susu dibalas dengan tuba”. Bukankah Yesus telah melakukan pelayananNya kepada
orang miskin, memberitakan tahun rahmat Tuhan, menghibur orang yang berduka,
menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, membuat orang buta
mendengar, orang lumpuh berjalan, orang sesat dibawa pulang, mengampuni dosa
manusia, melakukan berbagai tanda-tanda mujizat, mengajar, berkotbah (Lukas
4:18-20). Semua ini Dia lakukan bukan karena kehendak dan kepentingannya,
tetapi Dia hanya sebagai Anak yang diutus oleh Allah. Artinya, Allah melakukan
ini semua bukan untuk keuntungan politik, ekonomi, atau kekuasaan.
Namun,
apa yang terjadi dengan peristiwa Paskah.? Penguasa politik (Kaisar di Roma,
Raja Herodes Antipas di Galilea, Raja Herodes Agung di Yerusalem) bersikap
bungkam membela orang yang ditindas bahkan secara diplomatis mereka menyerahkan
keputusan secara demokrasi Yahudi.
Akhirnya
para penguasa politik dan elit agamapun bersekongkol untuk melakukan tindakan
dan keputusan supaya Yesus disalibkan saja. Nurani mereka tidak lagi jernih
melihat Yesus sebagai orang yang dibutuhkan orang banyak, Yesus yang pemersatu,
Yesus si pembawa Keadilan, Kebenaran, dan Damai. Karena mereka tega menyalibkan
Yesus, berarti dunia saat itu sedang gelap mata terhadap Kebenaran, Keadilan,
Perdamaian, dan Cinta-kasih.
Kejahatan Politik Berakhir
Sudah
puaskah mereka yang menyalibkan Tuhan Yesus di Golgota.? Jawabnya, masih
belum.! Sebab tindakan selanjutnya mereka harus melihat langsung penguburan
mayat Tuhan Yesus, dan dijaga super ketat. Benar, skenario politik mereka sudah
terlaksana dan berakhirlah sudah. Namun, Karya keselamatan Allah melalui
peristiwa salib masih berlangsung sepanjang abad.
Artinya,
manusia boleh saja bermaksud jahat terhadap Allah namun kejahatan itu tidak
akan dapat memberangus kuasa dan kerajaan Allah. Boleh saja mereka mematikan
Tuhan Yesus tetapi Roh Kudus lebih dahsyat lagi menggerakkan orang percaya
untuk setia sampai mati kepada Krsitus dari pada menyerah kepada penguasa yang
lalim dan bejat. Mereka bisa saja mengalahkan dan memberangus orang benar
tetapi kebenaran Allah tidak akan dapat dikalahkan oleh orang yang tidak benar.
Berakhirnya
perlakuan orang berdosa yang menyalibkan Tuhan Yesus justru menjadi awal dari
karya keselamatan, anugerah dan kebangkitan orang percaya. Sejak itu para
pengikut-Nya semakin berkomitment bahwa berita keselamatan harus diberitakan
sampai kemana pun dan sampai kapan pun. Orang percaya semakin dihambat -
semakin merambat ke mana-mana.
(Penulis, Dosen Pengajar di Universitas HKBP
Nommensen Medan)
Pematangsiantar, 27 Maret 2018
Penulis,
Pdt
Sunggul Pasaribu, STh.MPd.K
HP.
: 0813-1669-6872
Tidak ada komentar:
Posting Komentar