BERTEKUNLAH DALAM DOA, Yakobus 1:2-8
oleh: Pdt. Budi Asali, MDiv
I) Pencobaan.
1) Kata ‘pencobaan’ dalam Kitab Suci mempunyai bermacam-macam
arti:
a) Sesuatu yang dimaksudkan untuk menjatuhkan kita. Ini datang
dari setan. Misalnya,:
· pencobaan di padang gurun
terhadap diri Yesus (Mat 4:1-11).
· pencobaan dalam Yak 1:13.
b) Sesuatu yang dimaksudkan untuk menyucikan, mengangkat, dan
menguatkan kita. Ini datang dari Tuhan, dan biasanya / seharusnya disebut
‘ujian’.
c) Gabungan a) dan b).
Misalnya: dalam kasus Ayub. Setan, dengan ijin Tuhan, menyerang Ayub dengan
menggunakan bermacam-macam hal dan bertujuan untuk menjatuhkan Ayub ke dalam
dosa. Tetapi pada saat yang sama, Tuhan menggunakan semua itu untuk menguatkan
Ayub.
Dalam Yak 1:2 ini, pencobaan yang dimaksud adalah pencobaan dalam arti
yang ke 2 (point b di atas). Ini terlihat dari ay 2-4. Pencobaan / ujian
ini datang dalam bentuk kesukaran-kesukaran / penderitaan-penderitaan.
2) Orang kristen pasti mengalami / menghadapi kesukaran.
Saat ini ada banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang
kristen yang sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong / memberkati kita dalam
segala hal, baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study dsb, sehingga jalan
kita menjadi mulus dan enak!
Ajaran seperti itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Coba bandingkan
dengan Mat 7:13-14 dimana jalan orang yang mengikut Kristus tidak
digambarkan dengan jalan yang lebar, tetapi justru dengan jalan yang sempit,
yang jelas menggambarkan jalan yang penuh dengan kesukaran!
Juga bandingkan dengan surat Yakobus yang sedang kita pelajari ini! Dalam
Yak 1:1 kita sudah mempelajari bahwa Yakobus menuliskan surat ini untuk
orang Yahudi kristen yang tersebar di luar Palestina. Mereka terpencar dan
mereka dibenci baik oleh orang Yahudi yang non kristen, maupun oleh orang /
pemerintahan Romawi! Jelas sekali mereka menghadapi kesukaran / penderitaan!
Bandingkan juga dengan Kis 14:22b Fil 1:29 2Tim 3:12.
Ada seseorang yang mengatakan:
“Allah mempunyai satu Anak yang tidak pernah berbuat dosa (yaitu Yesus),
tetapi Ia tidak pernah mempunyai anak yang tidak menderita”.
Penerapan:
· Kalau dalam hidup saudara
relatif tidak ada kesukaran, maka mungkin sekali saudara bukan anak Allah.
Atau, mungkin saudara adalah anak Allah yang hidup berkompromi dengan dunia!
· Sebaliknya, kalau hidup
saudara penuh dengan kesukaran dan penderitaan, jangan terlalu cepat mengira
bahwa ada dosa dalam hidup saudara. Memang bisa saja karena adanya dosa dalam
hidup kita, kita lalu dihajar oleh Tuhan dengan bermacam-macam kesukaran.
Tetapi bisa juga Tuhan memberi kesukaran / penderitaan, bukan karena kita
berdosa, tetapi karena ia mau menguji kita.
3) Macam pencobaan / kesukaran yang dihadapi orang kristen.
Ay 2 mengatakan ‘berbagai-bagai pencobaan’. Jadi,
pencobaan / kesukaran itu bisa banyak sekali dan datang dalam bermacam-macam
bentuk seperti problem ekonomi, pekerjaan, kesehatan, keluarga, study,
perjodohan, pergaulan, pelayanan dsb.
Problem itu bisa merupakan problem yang terduga, maupun yang tidak terduga
(problem yang tidak terduga ini secara implicit ditunjukkan
oleh kata ‘jatuh’ dalam ay 2).
II) Fungsi pencobaan /
kesukaran bagi orang kristen.
1) Untuk menghasilkan ketekunan (ay 3).
a) Apakah yang dimaksud dengan ‘ketekunan’ di sini?
NIV: perseverance (= ketekunan).
NASB: endurance (= ketahanan / kesabaran).
Dalam bahasa Yunani digunakan kata HUPOMONE yang berarti ‘kemampuan
bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif),
tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi /
hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.
Kalau saudara menghadapi kesukaran, ada beberapa macam sikap yang bisa
saudara ambil:
· Saudara bisa menjadi
marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau
bahkan murtad. Ini jelas bukan ketekunan.
· Saudara bertahan, tetapi
bertahan secara pasif / diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini
memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum
termasuk ketekunan seperti yang dimaksudkan dalam ay 2.
· Saudara tetap bersuka
cita, memuji / bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan.
Contoh: Paulus dan Silas dalam Kis 16:25, dan nabi Habakuk dalam
Hab 3:17-18. Inilah ketekunan yang dimaksud dalam ay 2.
Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara menghadapi
kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah
saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?
b) Ketekunan seperti ini adalah sesuatu yang penting sekali,
karena:
· Ketekunan ini memungkinkan
kita untuk bertahan sampai akhir di dalam kita mengikut Yesus. Tanpa ketekunan
seperti ini, kita bisa menjadi seperti orang yang termasuk golongan tanah
berbatu, yang bertahan hanya sebentar saja lalu murtad (Mat 13:5-6,20-21).
· Ketekunan seperti ini bisa
mempengaruhi dunia.
Kalau kita hanya bisa bertahan secara pasif dalam menghadapi kesukaran,
itu tidak mengherankan orang. Tetapi kalau kita bisa tetap bersukacita,
bersyukur dan memuji Tuhan, bahkan bisa tetap bersemangat melayani Tuhan di
tengah-tengah kesukaran dan segala macam penderitaan, maka kita bisa membuat
orang dunia menjadi heran sehingga mereka mau mempelajari rahasia sukacita
tersebut, bahkan mau mengikut Kristus.
c) Ketekunan seperti ini tidak mungkin bisa didapatkan kalau
kita tidak mengalami kesukaran (bdk. ay 3).
Illustrasi:
Seorang pendeta muda meminta seorang pendeta tua untuk mendoakannya supaya
ia mempunyai ketekunan. Mereka lalu berdoa bersama-sama, dan pendeta tua itu
memimpin dalam doa. Ternyata pendeta tua itu sama sekali tidak menyinggung
tentang ‘ketekunan’ dalam doanya. Sebaliknya ia berdoa supaya Tuhan memberikan
segala macam kesukaran dan penderitaan kepada pendeta muda itu. Ini membuat
pendeta muda itu menjadi marah dan menegur pendeta tua itu. Tetapi pendeta tua
itu lalu berkata: ‘satu-satunya jalan untuk mendapatkan ketekunan adalah dengan
melalui penderitaan / kesukaran!’
Penerapan:
Karena itu, janganlah marah / memberontak kepada Tuhan, kalau Ia
menempatkan saudara dalam berbagai macam kesukaran / penderitaan. Ia sedang
membentuk saudara supaya menjadi orang yang tekun!
2) Untuk menyucikan orang kristen (ay 4).
Ay 4 menunjukkan tujuan pemberian kesukaran itu, yaitu ‘supaya kamu
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan sesuatu apapun’ (jangan
menafsirkan kata-kata ‘tak kekurangan sesuatu apapun’ secara jasmani, sehingga
lalu menuju pada Theologia Kemakmuran. Kata-kata ini harus diartikan secara
rohani, karena kata-kata ‘sempurna dan utuh’ juga bersifat rohani!). Sama
seperti emas harus dibakar supaya menjadi murni, dan pohon anggur harus
dibersihkan / dipangkasi supaya lebih banyak berbuah (bdk. Yoh 15:2b),
maka orang kristen harus mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa disucikan.
Karena ada bermacam-macam dosa yang harus dibersihkan dari
diri kita, seperti perzinahan, sombong, kemalasan, iri hati, pelit, pemarah,
cinta uang dsb, maka Tuhan juga menggunakan ‘berbagai-bagai pencobaan’
(ay 2) untuk membersihkan dosa yang bermacam-macam itu.
Karena itu, kalau saudara berdoa supaya hidup saudara disucikan, jangan
heran kalau sebagai jawaban doa saudara, Allah memberikan banyak kesukaran
kepada saudara! Saudara tidak mungkin bisa disucikan tanpa hal-hal itu!
III) Cara menghadapi pencobaan
/ kesukaran.
1) Menganggap ‘sebagai suatu kebahagiaan’ (ay 2).
a) Ini tidak berarti bahwa kita secara sengaja harus mencari
kesukaran. Kata-kata ‘jatuh ke dalam pencobaan’ dalam ay 2
menunjukkan bahwa kita tidak mencarinya dengan sengaja. Kita bukan hanya tidak
boleh mencari kesukaran / penderitaan tanpa ada perlunya, tetapi kita bahkan
harus berusaha untuk menjauhi / menghindari kesukaran / penderitaan, asal itu
bisa dilakukan tanpa dosa.
Karena itu, kata-kata dalam doa Bapa Kami yang berbunyi: ‘janganlah membawa
kami ke dalam pencobaan’ (Mat 6:13a) tidak bertentangan dengan ay 2
ini. Apalagi, kata ‘pencobaan’ dalam Mat 6:13a itu jelas menunjukkan
pencobaan yang datang dari setan.
b) Ini juga tidak berarti bahwa kita harus bersukacita karena
kesukaran itu sendiri, dan juga tidak berarti bahwa kita harus menganggap
kesukaran itu sendiri sebagai suatu berkat!
Jaman sekarang banyak orang extrim yang bersyukur dan memuji Tuhan karena
mereka mendapat kanker, atau karena ada keluarga mereka yang mati dsb. Ini
adalah sikap yang salah! Bukan kesukaran / pencobaan itu sendiri yang harus
kita anggap sebagai suatu kebahagiaan / berkat, tetapi hal-hal baik yang akan
dihasilkan oleh pencobaan / kesukaran itu, seperti ketekunan dan kesucian.
Bandingkan dengan kata-kata rasul Paulus dalam 2 Kor 12:9b-10
yang berbunyi: “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya
kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam
kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan
kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.
Ini jelas menunjukkan bahwa Paulus bukan menyenangi penderitaan itu
sendiri, tetapi hasil / akibat dari penderitaan itu.
c) Selanjutnya, di sini dikatakan bahwa kita harus menganggapnya sebagai
kebahagiaan.
Ini menunjukkan beberapa hal:
· Kita tidak boleh hidup
menuruti perasaan kita. Dalam mengalami kesukaran, kita cenderung untuk sedih,
putus asa, kecewa, bahkan marah. Tetapi kita tak boleh hidup menuruti
perasaan-perasaan seperti ini!
· ‘Menganggap’ berarti
menilai berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan perasaan / penglihatan
kita! Dan Firman Tuhan dalam Ro 8:28 mengatakan bahwa “Allah turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang
mengasihi Dia”.
· Kita harus hidup
berdasarkan anggapan tadi, misalnya dengan menyanyi memuji Tuhan, bersyukur
dsb.
d) ‘Menganggap sebagai suatu kebahagiaan’ juga berarti bahwa
kita harus menghadapi pencobaan / kesukaran dengan hati yang gembira. Ini
justru menyebabkan kita bisa menghadapi kesukaran tersebut! (bdk. Amsal
17:22 18:14).
Apakah ini berarti bahwa Kristus itu salah dalam menghadapi pencobaan
waktu ia ada di Getsemani? Tidak, karena Ia sedih bukan karena pencobaan,
tetapi karena Ia tahu bahwa sebentar lagi Ia akan mengalami keterpisahan dengan
BapaNya.
2) Meminta hikmat dari Tuhan (ay 5-6).
a) Dalam mengalami / menghadapi kesukaran, kita seringkali
menjadi bingung karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Pada saat
seperti itu, kita harus meminta hikmat dari Tuhan supaya kita bisa menghadapi
kesukaran itu dengan cara yang benar.
b) Allah adalah sumber hikmat, dan Ia berjanji akan memberikan
hikmat asalkan kita mau memintanya kepadaNya (ay 5b).
Tidak dalam segala hal Allah berjanji untuk memberikan apa yang kita minta.
Dalam hal dimana Ia tidak berjanji untuk memberikan, kita tetap boleh meminta,
tetapi tentu saja kita belum tentu menerima apa yang kita minta. Contoh:
kesembuhan dari penyakit, pacar, mobil dsb.
Tetapi dalam persoalan hikmat untuk menghadapi kesukaran, Ia memberikan
janji bahwa Ia akan mengabulkan permintaan kita! Dan karena itu kita harus
memintanya dengan beriman pada janjiNya, tidak dengan bimbang (ay 6-7)!
Penerapan:
Pernahkah saudara berdoa meminta hikmat untuk menghadapi kesukaran? Jangan
terus berdoa supaya dibebaskan dari kesukaran, tetapi mintalah hikmat untuk
bisa menghadapi kesukaran dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar