Kuasa Tuhan
Bekerja Dalam Duka
(Mazmur
104:19-30)
Oleh, Pdt.
Sunggul Pasaribu
Minggu
ini bangsa Indonesia sangat berduka atas peristiwa bencana yang menimpa saudara
kita dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Kayu Sinar Bangun di perairan Danau
Toba, Senin, (18/6) 2018 sekitar pukul setengah enam sore. Peristiwa ini sangat
tragis karena menelan korban dua ratus orang lebih yang terdiri dari, korban
meninggal, yang selamat dan yang masih belum ditemukan (hilang). Untuk
peristiwa duka tersebut penulis mengajak kita untuk mengheningkan diri sejenak
seraya berdoa semoga Tuhan segera menghapus duka khusus kepada keluarga korban
bencana ini.
Penulis ketika
hendak mempersiapkan renungan ini kemudian bertanya dalam hati, ayat manakah
yang paling tepat dipersembahkan kepada pembaca terkhusus kepada keluarga
korban. Namun di saat membuka nats khotbah minggu di gereja dalam minggu ini
ternyata penulis menemukan di Almanak gereja diambil dari Mazmur 104:1-30. Mazmur ini berisi teologia
penciptaan, pemazmur seolah turut merasakan perihnya duka dan bencana ini
sehingga ia berbicara terhadap peristiwa yang baru saja terjadi di sekitar
Danau Toba beberapa waktu yang lalu. Mengapa penulis berkata demikian?
Penulis mazmur
ini mengungkapkan pengakuan pribadi atas kuasa, kebesaran dan keagungan Tuhan
di dalam ciptaan-Nya. Karena pemazmur berbicara tentang penciptaan kemudian ia
memaparkan tentang bumi, langit, samudera raya, air, dan laut beserta
penghuninya. Di sini pemazmur menekankan tentang teologia penciptaan mutlak
dalam kuasa-Nya. Manusia adalah bagian dari ciptaan-Nya, sedangkan isi bumi,
samudera raya, dan di dalam air, kuasa Allah yang memberi hidup dan
memelihara-Nya.
Pada ayat
terdahulu pemazmur mengungkapan bahwa Tuhan itu pemberi hidup (ayat 10-18) dengan
cara, pertama, dengan melepas mata-mata air di lembah-lembah. Mata air ini
berasal dari samudera raya yang telah dikurung dibawah hamparan bumi. Kedua, Allah
menurunkan hujan sehingga bumi dan sawah serta ladang menjadi basah disirami
air. Inilah kebaikan Tuhan kepada semua
mahluk ciptaan di atas bumi, air ini mengalir untuk kehidupan alam, laut, dan
danau.
Selanjutnya,
pemazmur sungguh memahami bahwa Allah yang mengatur waktu dengan cara memberi
kita Bulan dan Matahari (ayat 19-23). Kedua jenis ciptaan ini sebagai pembagi
waktu, yaitu; siang dan malam agar manusia hidup dan bekerja dalam waktu. Dengan waktu ini pula manusia paham kapan ia
bekerja, kapan pula ia harus istirahat. Manusia tidak boleh dan tidak berkuasa
memutar dan menentukan waktu, kitalah yang menyesuaikan terhadap waktu – bukan
justru sebaliknya, waktu yang menyesuaikan terhadap keinginan manusia.
Pengakuan
pemazmur terhadap keagungan Tuhan atas bumi dan samudera raya menyatakan bahwa
Tuhan mahabijak (ayat 24-26). Pemazmur merenungkan tentang luasnya samudera
raya, hamparan laut dan danau yang terbentang di mana Tuhan memelihara ikan di
dalam air dan manusia bisa hidup. Di sini memang pemazmur tidak menghubungkan
tentang bencana yang dapat terjadi di atas samudera raya kecuali perilaku ikan
buas di dalam air.
Tiba-tiba
pemazmur mencermati tentang adanya bencana yang dapat terjadi, ia mengatakan ;
“Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau
mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu” (Mazmur
109:29). Tetapi sebaliknya bahwa ada kehidupan yang disediakan Tuhan di
samudera raya, katanya,: “Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya;
apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan’ (mazmur
104:28). Artinya, di atas bumi, di udara, di atas laut dan danau atau di
bawahnya kehidupan dan bencana bisa terjadi.
Namun pemazmur
mengaku sekaligus memuji dan mengagungkan Tuhan dengan berdoa dan berharap agar
Tuhan menyatakan kuasa-Nya terhadap penderitaan manusia dengan mengurangi,
menghindarkan segala bentuk bencana terhadap semua ciptaan-Nya. Mengapa
pemazmur berharap dan berdoa kepada Tuhan untuk menunda murka-Nya? Karena ia
menyadari bahwa Tuhan punya kuasa untuk marah dan menghukum manusia melalui
peristiwa alam dan bencana. Bila kita pelajari dalam Alkitab, bencana yang
Tuhan biarkan terjadi seperti melalui peristiwa Air Bah, cerita Menara Babel,
peristiwa Sodom dan Gomora, kisah Sadrah,
Mesak dan Abednego.
Saudara-saudara
yang dikasihi tuhan Yesus Kristus.
Bila pemazmur
menyadari bahwa segala ciptaan Tuhan ini diperuntukkan kepada manusia supaya
kita memperoleh kehidupan namun sekaligus juga bahwa alam ciptaan ini dapat menimbulkan
bencana bila Tuhan marah dan manusia tidak memelihara alam beserta isinya. Namun
Tuhan punya rencana kehidupan bukan
rancangan kematian. Hanya manusia yang suka lalai dan mengabaikan rencana dan
maksud Tuhan atas alam dan ciptaan ini.
Oleh karena itu
sikap kita terhadap setiap bencana yang dialami manusia hendaknya kita pandang
sebagai peringatan dan koreksi dimana kesalahan, kelalaian, dan tanggungjawab
manusia terhadap alam dan sesama. Marilah kita meningkatkan kewaspadaan dalam
mencermati peritiwa alam dan bencana seraya menapaki setiap langkah kita dalam
pegangan tangan Tuhan. Amin.!
Pematangsiantar, 21 Juni 2018
Penulis,
Pdt.Sunggul
Pasaribu,STh,MPdK
HP.
: 0813-1669-6872. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar