Materi, Yes - Materialisme, No
(Pengkhotbah 5:9-16)
Oleh, Pdt. Sunggul Pasaribu
Pandangan
keKristenan tidak mengajarkan supaya kita anti terhadap materi, uang, harta,
kekayaan, asset. Namun supaya manusia tidak dirusak oleh harta kekayaan maka
orang Kristen jangan terjerumus terhadap pola hidup materialisme (membuat
materi sebagai tuhan). Oleh karena itu nats renungan kita hari ini memberi
nasehat bagaimana cara pandang dan sikap Kristiani terhadap harta. Kita boleh
memiliki materi namun jangan menjadi jatuh dalam hidup yang dikuasai
meterialisme.
Penulis
kitab Pengkhotbah adalah seorang berhikmat yang mengerti bahwa dalam banyak hal
uang dan kekayaan ada gunanya. Namun, materi, harta dan kekayaan merupakan
sesuatu yang fana dan memiliki keterbatasannya. Misalnya, uang tidak dapat
memberikan rasa puas kepada pemiliknya. Sebaliknya, semakin seseorang memiliki
uang, rasa ketidakpuasannya semakin tinggi (Peng. 5:9). Artinya, manusia yang
mengatur uang, janganlah uang yang mengatur dan menguasai manusia.
Marilah
kita mendengar nasihat Pengkhotbah bahwa mengejar uang tidak selalu memberikan
keuntungan, terkadang membawa malapetaka. Jika Tuhan tidak berkenan memberikan
kekayaan, janganlah mengejarnya. Hal utama yang perlu dikejar, yaitu
"Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya" (Mat. 6:33), maka segala sesuatu
akan Tuhan tambahkan bagi kita.
Yesus
berkata, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon"
(Mat. 6:24). Mengapa Yesus berkata demikian? Karena Yesus tahu bahwa uang atau
harta sering kali menjadi berhala dalam kehidupan manusia. Manusia begitu
mencintai uang sehingga bersedia berbuat apa saja demi mendapatkan kekayaan.
Apa
yang menjadi tujuan hidup Saudara? Apakah mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya
mumpung masih hidup? Jika seseorang sudah memiliki kekayaan yang melimpah,
berbahagiakah hidupnya? Salomo, seorang raja yang sangat terkenal dengan hikmah
dan kekayaan yang melimpah, menyatakan bahwa kekayaan duniawi itu adalah
kesia-siaan.
Ternyata
memiliki kekayaan tidak dengan serta-merta membuat seseorang hidup dalam
kebahagiaan. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan
uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan peghasilannya. Inipun
sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Banyak
sekali fakta para pejabat dan orang-orang kaya justru mudah tersandung dalam
berbagai kasus penipuan, korupsi. Hal ini semata karena mereka ingin memperoleh
kekayaan dengan jalan pintas di luar anugerah Tuhan. Firman Tuhan tak pernah berhenti untuk
mengingatkan "...kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan
tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan,
melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala
sesuatu untuk dinikmati." (1
Timotius 6:17).
Harta
kekayaan bukanlah tujuan akhir hidup ini karena semua yang ada di dunia ini
hanyalah sementara. Apakah semua harta
yang kita miliki tersebut akan kita bawa pada saat kita mati? Firman tuhan, berkata ; "Sebab kita
tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa
apa-apa ke luar." (1 Timotius
6:7). Jika saat ini kita dipercaya Tuhan
untuk memiliki kekayaan lebih, ini adalah kesempatan bagi kita untuk berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan,
suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:18). Jadi megumpulkan harta di sorga itu lebih
utama bagi orang percaya! Karena itu
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ada
satu ilustrasi, Enam orang perampok bersenjata api menerobos penyimpanan kotak
deposit di sebuah bank di kota London dan mencuri barang-barang berharga
senilai lebih dari tujuh juta dolar (kira-kira 70 miliar rupiah). Seorang
wanita, yang memiliki perhiasan senilai lima ratus ribu dolar (kira-kira lima
miliar rupiah) meratap, katanya,; "Semua yang saya miliki ada di situ.
Seluruh hidup saya ada di dalam kotak itu."
Sebagian
orang telah mengambil risiko yang bodoh dengan berpegang pada harta mereka.
Mereka mati karena menyerbu masuk ke dalam rumah yang terbakar api atau
terbunuh karena melawan para perampok yang membawa senjata api. Mereka
sepertinya merasa bahwa tanpa harta benda, hidup menjadi tidak ada artinya lagi.
Orang yang lain jatuh ke dalam keputusasaan, bahkan langsung bunuh diri saat
harta benda mereka hilang.
Liustrasi
di atas menggambarkan keterikatan yang mendalam dengan harta sangat membahayakan
hidup kerohanian manusia. Keterikatan yang tidak sehat pada hal-hal yang
bersifat materi dapat menghalangi orang yang belum percaya untuk datang kepada
Kristus dan menghalangi orang percaya untuk hidup bagi Dia. Kisah pemuda yang
kaya melukiskan dengan tajam tentang kebenaran tersebut. Yesus, berkata ;
"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada uang" (Matius
6:24) tentunya berlaku bagi kita semua.
Oleh
karena itu, buatlah jarak yang lebar antara Anda dan harta Anda. Dengan begitu
Anda akan terhindar dari banyak duka. Harta boleh kita miliki, kita jaga,
dirawat tetapi jiwa dan hidup harus lebih disayangi.
Pematangsiantar, 05
Juli 2018
Penulis,
Pdt. Sunggul Pasaribu,STh,MPdK
HP. : 0813-1669-6872.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar