Bahagia
Diangkat Menjadi Anak Allah
(Galatia
4:4-7)
Oleh, Pdt.
Sunggul Pasaribu,MPd.K
Beberapa tahun yang lalu, ada seorang anak kecil penjual koran di jalanan
kota itu. Ia adalah anak yatim piatu dan miskin. Ia berteriak-teriak menawarkan
koran dagangannya ketika menyusuri jalanan kota itu.
Di kota
di mana ia tinggal, ia melewati rumah mewah, bagai istana yang besar. Rumput di
halaman itu dipelihara dan ditata dengan begitu rapi dan indah. Ada air mancur
di tengah taman halaman itu. Pada Hari Minggu yang indah, Minggu pagi, rumah
besar itu menarik perhatiannya. Anak kecil itu berdiri di sana dan memandangi halaman rumah itu
dan masuk ke dalam halaman itu. Ia melangkah menuju pintu utama dan memencet
bel di pintu itu. Minggu pagi itu, seorang bisnismen kaya raya, yaitu Mr.
Lowery membukakan pintu dan menemui anak kecil penjual koran itu. Anak kecil
itu berdiri di depan laki-laki besar itu dan sangat terkejut dengan apa yang
telah ia lakukan. Ia sangat takut atas kesembronoannya itu. Ia tidak tahu apa
yang harus ia lakukan atau apa yang harus ia katakan dan tidak dapat berpikir
apa-apa, selain bagaimana bisa segera pergi keluar dari rumah itu.
Ia
berkata, “Apa yang kamu miliki nak? Apa yang kami miliki nak? Orang itu memandang anak kecil itu dengan
sedih dan berkata, “Tidak, Nak, Ibu Lowery dan saya tidak memiliki anak. Kami
tidak memiliki anak.” Maka anak kecil itu menjawab,
“Oh, oh, saya mau memberikan segala sesuatu yang saya miliki, segala sesuatu,
jika saya dapat menjadi anak anda dan saya dapat bermain di halaman rumput yang
indah ini. Ketahuilah tidak ada siapapun yang akan mengambil atau membatalkan
saya menjadi anak anda. Oh, saya mau memberikan segala sesuatu yang saya miliki
jika saya dapat menjadi anak anda.”
Mendengar
pernyataan si anak itu maka Mr. Lowery ini masuk dan memanggil istrinya yang
ada di lantai atas rumahnya. Ia berkata, “Istriku, kemarilah.” Wanita itu menuruni tangga yang indah itu dan berdiri di samping
suaminya. Suaminya berkata,
“Sayang, apakah kamu mau menggangkat anak ini menjadi anak kita?” Ia menjawab, “Oh suamiku, oh.” Kemudian ayah angkat itu memanggil anak
itu, “Nak Sonny, kemarilah. Kemarilah nak.” Anak kecl itu berjalan masuk
ke dalam rumah mewah itu. Adapun hal pertama yang ia lakukan seperti yang ia
janjikan, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan uang tiga belas sen. Kemudian memberikan uang itu kepada orang
kaya itu sambil berkata, “Tuan, ini adalah semua yang saya miliki.”
Kemudian orang kaya itu memegang tangan anak kecil itu dan menutup telapak
tangannya sehingga uang tiga belas sen itu kembali tergenggam oleh tangan anak
kecil itu sambil berkata, “Nak, simpan saja uang itu. Karena aku memiliki lebih
dari cukup bagi kita bertiga.”
Kemudian
ia menuntun anak kecil itu ke dalam rumah dan mengangkat atau mengadopsi anak
itu dan sejak itu anak kecil itu menjadi anak Mr. Lowery.
Seperti
illustrasi itulah status kita di hadapan Allah, bahwa jika Allah pun menerima
kita diadopsi menjadi Anak Allah bukanlah karena kita memberi sesuatu
kepadaNya, atau karena Allah membutuhkan kita, Bukan.!
Kita
adalah anak-anak terlantar dan miskin dan lemah dan terbuang, manusia berdosa
namun Allah mengundang dan menerima kita masuk ke dalam keluarga Bapa sorgawi
yang kita muliakan, Allah telah menggundang dan menerima kita serta
memperlakukan kita sebagai anak terkasih. Ia mengadopsi kita ke dalam keluarga
sorgawi. Kini, kita menjadi ahli waris Kristus.
Sesungguhnya kita tidak lebih dari pada
hamba, budak (Bhs. Yunani, doulos). Tetapi setelah Kristus
menjadi manusia melalui kelahiran Yesus maka kita telah ditebus dan diangkat
menjadi anak sebagai ahli waris dalam kerajaan surga. Menjadi anak Allah, kita
mendapat tugas yang baru yaitu, menjadi pelayan, hamba, pekerja Allah dalam
membangun misi kedamaian, keselamatan, persatuan dan kesatuan.
Allah,
Bapa kita yang kita kenal sebagai Bapa kita. Allah Juruselamat, yang kita kenal
sebagai Juruselamat kita. Dan Allah Roh Kudus yang diam dalam hati kita,
memimpin kita dalam pengenalan lebih dalam tentang Kristus. Dialah yang
menyatakan Tuhan kepada kita dalam segala kemuliaan dan keindahan-Nya. Paulus dalam
Kitab Galatia 4:4-7, memakai kata Kata huiothesia (artinya, anak
Allah) ini adalah kata yang secara istimewa digunakan oleh Paulus. Paulus menggunakan
kata ini beberapa kali dalam Perjanjian Baru yang diterjemahkan dalam Alkitab
bahasa Inggris dengan “adoption,” atau dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan “diterima menjadi anak.” Kata tersebut berasal dari
gabungan dua kata Yunani, yaitu ‘thesia’ yang berari
“menempatkan,” dan ‘huios’ yang berarti “anak.” Jadi ‘huiothesia’ berarti
“anak yang ditempatkan dalam suatu keluarga” atau “diangkat menjadi anak.”
Hanya
dalam pengertian bahwa Allah adalah sang Pencipta, maka Ia adalah Bapa dari
semua manusia. Namun secara natur, melalui kelahiran, kita semua adalah manusia
yang telah jatuh ke dalam dosa. Oleh karena dosa itu memisah kita dari Dia.
Jadi menurut kelahiran dan natur kita, keberadaan kita adalah anak-anak yang
patut dimurkai dan telah mati oleh karena pelanggaran dan dosa kita.
Sekarang Allah
berkenan meregenerasikan kita, Ia membuat kelahiran baru kepada kita. Bukan
oleh kehendak manusia, juga bukan oleh keinginan daging, bukan melalui darah,
tetapi oleh Roh Allah yang menyucikan, memperbahatui, memampukan dan melayakkan
kita, maka di dalam dan melalui kelahiran kembali kita diadopsi atau diangkat
serta diterima ke dalam keluarga Allah. Selamat menjadi keluarga Allah, Selamat
meninggalkan Tahun 2017 - Selamat kita Memasuki Tahun 2018 esok hari. Amin!
Pematangsiantar, 29 Desember 2017
Penulis,
Pdt.Sunggul Pasaribu,STh,MPd.K
HP. : 0813-1669-6872
Tidak ada komentar:
Posting Komentar